Ada gula ada semut. Pepatah tersebut begitu melekat di alam bawah sadar, sehingga tanpa mencari tahu di mesin pencari google pun, kita sudah tahu maksudnya. Di mana ada sumber kehidupan di situlah akan ada kerumunan makhluk hidup. Secara literal, gula di nusantara membawa banyak kesenangan. Bahkan pada 1874, gula menjadi komoditi ekspor utama melampaui teh dan rempah². Kenapa sih daritadi ngomongin gula? Sebenarnya saya ingin menulis pengalaman ketika berkunjung ke bekas pabrik gula Colomadu/ The Tjolomadu beberapa waktu lalu bersama keluarga. Sebagai pengobat rindu belum bisa jalan-jalan tipis efek social distancing. Ada sejarah yang bisa dipelajari dari awal berdirinya pabrik gula ini hingga stop berproduksi pada 1998 karena keterbatasan bahan baku. Kini walaupun sudah menjadi mantan pabrik gula, namun perjalanan sang gula masih manis untuk diceritakan.
Titik kumpul perjalanan kami adalah dari kota Yogyakarta. Secara geografis, De Tjolomadoe ini terletak di Jl. Adisucipto nomor 1, Malangjiwan, Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Dua belas kilometeran dari pusat kota Surakarta dan 58,1 kilometer dari Yogyakarta. Perjalanan ditempuh sekitar 2 jam. Singkat cerita, memasuki halaman parkir kesan megah terlihat. Bangunan yang telah direvitalisasi tersebut seluas 1,3 hektar dan halaman luar yang sangat luas. Jam operasional museum ini mulai pukul 10.00 WIB hingga 18.00 WIB. Khusus weekend, museum ini akan tutup pada 21.00 WIB. Tiket harga masuk sebesar Rp 35.000,00. Menurut beberapa sumber, pabrik gula ini berhenti beroperasi pada 1998 dan kemudian kembali bernafas pada 2017 dengan beralih fungsi sebagai destinasi wisata dengan nama De Tjolomadoe. Kita bisa menilik keberadaan pabrik gula yang telah berdiri 158 tahun silam ini melalui berbagai sumber. Salah satunya dalam https://travel.kompas.com/read/2018/07/03/103022327/melihat-sejarah-pabrik-gula-colomadu-lambang-perekonomian-praja-mangkunegaran?page=all. . Dalam travel diary ini, saya tidak terlalu membahas dari segi sejarah, namun dari segi instragamablenya tempat ini sebagai destinasi wisata.
Memasuki area wisata ini, kita dapat membayangkan keberadaannya pada jaman dahulu. Area wisata ini dibagi menjadi beberapa stasiun sama persis dengan saat beroperasi, yakni ada stasiun Stasiun Gilingan, Penguapan, Karbonatasi, dan Ketelan. Mesin-mesinnya pun masih terpampang dan dicat ulang. Beberapa sudut terlihat sangat bagus sebagai spot foto.
Berjalan sedikit kita memasuki area pengetahuan (istilah saya sendiri nih). Karena di area tersebut dijelaskan secara detail tentang sejarah pabrik gula ini. Beberapa foto terpampang dan maket pabrik gula ini pada jamannya dulu.
Oh ya, museum ini keren banget loh karena dilengkapi dengan digital experience yang menarik perhatian anak-anak. Serta menampilkan virtual reality, dan hologram.
Terdapat pula restoran atau kafe jika kita lapar dan ingin berisitirahat. Namanya Besali Cafe. Kali ini saya juga mengambil gambar/ referensi dari google karena tidak dapat mengambil spot foto dengan bagus ( sibuk mengawasi anak-anak yang berlarian). Hihihi, alasan… Berikut penampakan kafenya.
Beneran asli deh tempat ini bagus banget buat wisata foto. Patut dicoba bagi yang suka foto-foto. Selain itu juga sekalian bisa untuk wisata edukasi. Saya lupa sih waktu itu tanya, apa ada jasa guide atau tidak. Sepertinya sih ada. Cerita jalan-jalan tipisnya sampai di sini dulu ya. Oh ya, gak jauh dari sini sekitar 20 meter ada Pondok Kopi Banaran, cabang yang ada di Semarang tuh. Makanan dan minumannya dijamin sangaaaaat lezat. Kapan-kapan kita cerita soal wisata kuliner juga ya. Semoga hari kita tetap manis ya gaesss meski di tengah pandemik ini. Semoga segera berlalu.